INDAH ALAM PESONA

Sejuta Pesona Dari Banda …..
Minggu, 21 Oktober 2012 11:43 WIB
Kawanan lumba-lumba tiba-tiba muncul di samping kapal, seakan hendak menyambut, saat kapal mendekati Kepulauan Banda, Maluku. Gunung Api yang menjulang setinggi 670 meter di atas permukaan laut dengan sepuluh pulau kecil di sekitarnya yang masuk dalam Kepulauan Banda pun kian jelas terlihat. Panorama alam Banda melenyapkan semua lelah yang membebani tubuh setelah menempuh perjalanan laut tujuh jam dari Ambon, ibu kota Maluku. Pulau-pulau tertutup vegetasi yang lebat dengan pasir putih di pesisirnya dan nyiur kelapa yang menaunginya.
Di perairan di antara pulau-pulau tersebut, aktivitas nelayan menangkap ikan dengan perahu tradisional kian menambah pesona panorama yang disuguhkan.
Di bawah laut, pesona tak kalah indah. Lautan biru yang jernih memungkinkan terumbu karang dengan ikan-ikan karang aneka warna yang berenang di antaranya bisa terlihat jelas dari permukaan atau dengan snorkeling.
Dengan menyelam, keragaman hayati bawah laut bisa lebih terlihat. Ada sedikitnya sepuluh titik penyelaman yang tersebar di Banda dengan kedalaman maksimal 35 meter. Tidak perlu khawatir dengan peralatan selam karena sudah ada operator selam, yaitu Bandarin Divers, yang menyewakan peralatan selam sekaligus mengantarkan ke titik-titik selam.
Tidak heran, dengan pesona yang ada, tokoh internasional seperti Mick Jagger (vokalis Rolling Stones), mendiang Lady Diana, dan Princess of York, Sarah Ferguson, tertarik berwisata di Banda. Ditambah lagi, ratusan wisatawan mancanegara yang sering menghabiskan waktu berlibur di Banda setiap tahun.
Namun, semua panorama alam yang ada itu hanya sebagian dari pesona yang bisa memikat wisatawan datang ke Banda.
Kepulauan Banda yang berada di tengah Laut Banda menjadi tempat ”pelarian” yang sempurna dari hiruk-pikuk perkotaan. Udaranya bersih, suasananya sepi. Tidak banyak kendaraan bermotor lalu lalang di Banda. Masyarakatnya lebih memilih menggunakan sepeda atau berjalan kaki daripada dengan sepeda motor karena memang jaraknya berdekatan.
Begitu pula wisatawan yang datang. Dengan berjalan kaki, keramahan masyarakat Banda akan lebih terasa. Senyum dan sapa dari warga setiap kali berpapasan adalah hal yang biasa terjadi. Bahkan, tidak jarang, warga mengajak masuk ke rumah mereka untuk makan atau sekadar minum teh atau kopi.
Berjalan kaki sambil melihat bangunan-bangunan berarsitektur Eropa peninggalan Belanda di kiri-kanan jalan, lalu singgah di bangunan-bangunan itu yang beberapa di antaranya difungsikan warga menjadi kafe, juga akan membuat pengalaman berlibur lebih berkesan. Suasana yang ada akan membawa ke tempo dulu, sekitar abad ke-17.
Ya, Banda juga tersohor dengan bangunan-bangunan berarsitektur Eropa pada abad ke-17 yang berpilar besar di bagian depannya dan langit-langit bangunan yang tinggi.
Bangunan ini banyak terdapat di Pulau Naira. Bangunan yang dulu kebanyakan digunakan oleh pemilik kebun pala itu kini digunakan warga menjadi kafe, motel, dan tempat tinggal meski ada pula di antaranya yang dibiarkan tak berpenghuni.
Di Pulau Naira juga terdapat bangunan peninggalan Belanda yang warga sebut Istana Mini. Istana yang dibangun tahun 1622 ini pernah menjadi tempat kediaman tiga gubernur jenderal VOC yang bertugas di Banda setelah Banda ditetapkan sebagai ibu kota provinsi, yaitu disebut Government van Banda.
Arsitektur istana ini mirip dengan istana negara di Bogor yang dibangun tahun 1745 sehingga banyak yang menduga arsitektur Istana Mini menjadi contoh Istana Bogor.
Selain itu, terdapat pula lima benteng yang pernah difungsikan untuk pertahanan dan perang. Benteng-benteng ini ada yang dibuat oleh Belanda dan Inggris, ada pula yang dibuat Portugis. Kelima benteng itu adalah Benteng Holandia, Belgica, Nassau, Revenge, dan Concordia.
Namun, yang paling mengesankan sekaligus masih utuh dari semua benteng ini adalah Belgica di Pulau Naira. Benteng yang dibangun tahun 1617 oleh Pieter Both ini berbentuk persegi lima dan berada di atas bukit sehingga memungkinkan untuk melihat hampir seluruh Banda dari atasnya.
Adanya bangunan peninggalan bangsa Eropa di kawasan tersebut tak terlepas dari arti penting Banda saat itu. Banda menjadi magnet yang begitu kuat bagi bangsa Eropa karena menjadi satu-satunya daerah penghasil pala (Myristica fragrans) dan fuli atau bunga pala di dunia. Itulah rempah untuk bahan penyedap, pengawet, parfum, dan kosmetik.
Tidak hanya mencari pala, mereka pun berperang untuk menguasai Banda. Bahkan, Belanda rela menukar koloninya di Amerika, yaitu Pulau Nieuw Amsterdam atau sekarang Manhattan dengan Run, salah satu pulau di Banda yang dikuasai Inggris. Pertukaran tersebut dibuat dalam Perjanjian Breda tahun 1667.
Di Museum Budaya di Pulau Naira, barang-barang peninggalan sejumlah bangsa Eropa itu bisa dilihat. Begitu pula informasi dan lukisan yang menggambarkan perlawanan masyarakat, juga penyiksaan terhadap orang-orang Banda oleh penjajah.
Pala yang menjadi daya tarik bangsa-bangsa Eropa pada saat itu pun kini masih tumbuh subur di Banda. Pala terbanyak terdapat di Pulau Banda Besar. Wisatawan juga bisa melihat perkebunan pala yang rimbun di sana sambil minum jus pala yang banyak dijual masyarakat Banda. Saat masa panen, bulan Juli-Agustus dan November-Desember, aktivitas petani memanen pala bisa menjadi salah satu pemandangan menarik.
Satu lagi yang membuat Banda menarik adalah Banda merupakan kepingan penting sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, tokoh-tokoh perjuangan, Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Dr Tjipto Mangunkusumo, dan Iwa Kusuma Sumantri, pernah diasingkan di Pulau Naira.
Bangunan tempat mereka tinggal kini dijadikan museum dengan alat peraganya berupa barang-barang yang pernah mereka gunakan selama tinggal di sana. Di bekas kediaman Hatta, misalnya, bisa terlihat meja-kursi dari kayu dan papan tulis tempat Hatta mengajar anak-anak Banda setiap sore hari.
Sejuta pesona memang ditawarkan dari Banda. Sejuta pesona yang bisa menyegarkan pikiran dan memulihkan stamina sebelum kemudian kembali lagi ke rutinitas pekerjaan. Sampai berjumpa di Banda!

Komentar