Delapan Destinasi Wisata “Maruah”
Bangsa Aceh
Muhajir Juli | The Globe Journal
Rabu, 10 Oktober 2012 21:20 WIB
Bagi anda pengagum sejarah Aceh
tempo dulu, situs-situs yang mewartakan kehebatan Aceh di masa dahulu merupakan
tempat yang masuk kategori wajib untuk dikunjungi. Sebab dengan demikian, rasa
cinta terhadap sejarah akan semakin kental saja, bila sudah melihat “produk
budaya” itu dari dekat.
Bukan hanya itu, melalui objek
wisata yang mengandung nilai sejarah, setiap orang bisa melihat ke masa lalu,
bahwa peradaban Aceh sudah sedemikian gilang-gemilang. Bagi publik Aceh
sendiri, hal tersebut tentunya menjadi semacam pembangkit semangat untuk
mengatakan bila bangsa yang mendiami ujung Sumatera ini, punya marwah yang tinggi
sejak masa lampau.
Nah apa saja objek wisata atau situs
sejarah yang mampu membangkitkan “maruah” bangsa itu? The Globe Journal sejak
Senin- Selasa (8-9/10) telah merangkum delapan situs sejarah Aceh yang wajib
dikunjungi oleh siapapun yang menginjakkan kakinya di negeri Iskandar Muda ini.
Berikut laporannya
Pinto Khop
Pinto Khop ini merupakan pintu
penghubung antara Istana raja dan taman Putroe Phang. Pintu ini berbentuk
kubah, selain berfungsi sebagai pintu penghubung, juga berfungsi sebagai tempat
beristirahat Putroe Phang yang merupakan istri Sultan Iskandar Muda. Biasanya
sang permaisuri akan beristirahat di sini setelah merasa lelah berenang di
kolam yang dibangun di tempat itu . Bangunan ini dibuat oleh Raja Aceh Sultan
Iskandar Muda untuk sang permaisurinya Putro Phang, yang sebelumnya merupakan
istri raja Pahang. Namun karena sebuah peristiwa politik, perempuan yang cantik
jelita itu diberikan kepada Iskandar Muda.
Letak bangunan ini di Sukaramai,
Kecamatan Baiturrahman. Kota Banda Aceh. Lokasinya masih satu komplek dengan
Gunongan yaitu di taman Putroe Phang (di masa Iskandar Muda disebut taman
Gairah atau taman sari).
Gunongan
Gunongan merupakan sebuah simbol
rasa cinta Iskandar Muda kepada putri Kamaliah (Putro Phang). Sebab sang
permaisuri sering dilanda rindu akan kampung halamannya Negeri Pahang (Malaysia
sekarang). Untuk mengobati rindu itu, Sultan kemudian membangun gunung kecil
sebagai maket dari pegunungan yang mengelilingi istana Negeri Pahang.
Gunongan terletak di komplek taman
Ghairah atau yang sekarang dikenal dengan Taman Putroe Phang. Dulunya komplek
ini merupakan bagian dari Istana Darul al-Dunya.
Di sebelah kanan Gunongan, terdapat
sebuah sungai yang bernama Krueng Daroy. Sungai ini sengaja dibuat oleh
Iskandar Muda untuk mengalirkan air dari Mata Ie ke Krueng Aceh, melewati
kompleks istana Sultan (aliran sungai Krueng Daroy bisa dilihat mengalir di
sisi Meuligoe Gubernur Aceh)
Dengan air Krueng Daroy inilah,
Putroe Phang sering mandi di kompleks Gunongan. Sebab, selain bangunan
berbentuk gunung, Iskandar Muda juga membangun tempat pemandian bagi
permaisuri.
Gunongan ini berukuran tinggi 9,5
meter bila di tilik dengan teliti merupakan bangunan gunung-gunungan yang
menyerupai bunga dan dibangun dalam tiga tingkat. Bentuknya yang eksotis
semakin menerangkan bila cinta Iskandar Muda kepada Putri Kamaliah begitu
mengharu biru dan dalam.
Kerkoff Peucut
Kerkoff dalam bahasa Belanda berarti
halaman gereja atau kuburan. Kerkoff yang ada di Aceh ini sejatinya
adalah kuburan prajurit Belanda dari berbagai jenjang pangkat dan satuan
militer yang beragam. Jumlah secara keseluruhan pusara itu adalah sebanyak
lebih kurang 2.200 nama.
Pintu gerbang Kerkoff dibangun pada
tahun 1893 Masehi. Pada dindingnya dipahat nama-nama pasukan Belanda yang tewas
dari berbagai medan perang di Aceh. Seperti dari medan laga Samalanga, Gedong,
Sigli, dan berbagai tempat lainnya di Aceh. Nama-nama pasukan itupun mulai dari
nama Belanda sampai Jawa, Batak, Ambon dll. Namun dominannya mereka yang
berasal dari Eropa.
Kerkoff merupakan bukti sejarah bila
perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajah Hindia Belanda yang berpusat di
Batavia begitu gigih. Belanda mengakui sendiri bila perang melawan Aceh
merupakan pengalaman paling buruk bagi pasukan tempur negeri penjajah itu.
Kepahitan itu melebihi perang yang mereka lakukan ketika melawan Napoleon.
Di komplek makam juga terdapat makam
Meurah Popok, yautu putra tunggal Sultan iskandar Muda, yang dijatuhi hukuman
pancung karena dituduh berzina.
Pemberian nama Kerkoff Peucut juga
berhubungan dengan sang putra mahkota. Banyak hal menarik yang bisa dipelajari
di komplek makam ini. Seperti kisah hidup para prajurit secara singkat, mulai
dari hidup sampai tewas. Semua cerita itu di pahat di atas makam.
Rumah Cut Nyak Dhien
Museum ini merupakan duplikat dari
rumah Cut Nyak Dhien. Tentu anda sudah sangat mengenal pahlawan wanita yang
satu ini bukan? Lokasinya di Lampisang. Bentuk museum ini menurut keterangan,
merupakan duplikasi dari wujud asli rumah sang pahlawan yang berbentuk rumoh
Aceh.
Rumah asli sang pahlawan telah
dibakar habis oleh Belanda pada tahun 1893 saat terjadi perang besar. Hanya
fondasinya saja yang tersisa (sampai sekarang bentuk asli fondasi masih dipertahankan)
Selain fondasi yang merupakan
peninggalan asli, ada juga sumur yang berada di belakang rumah. Bentuk sumur
ini tinggi. Sehingga siapapun yang mau mengambil air haruslah melalui lantai
dapur dibalakang rumah. Menurut informasi, cincin sumur sengaja ditambah oleh
Cut Nyak Dhien agar tidak bisa dimasukkan racun oleh Kafe penjajah dan kaki
tangannya.
Di museum rumoh Cut Nyak Dhin ini,
selain kita dapat menyaksikan bentuk rumah yang sangat luar biasa itu, juga ada
foto-foto yang berkaitan dengan perjuangan beliau serta suaminya Teuku Umar
Johan Pahlawan.
Tujuan pemerintah membangun kembali
replika rumah itu adalah untuk mengenang jasa-jasa Cut Nyak Dhien dalam
mempertahankan tanah air dari penjajahan Belanda. Di museum ini juga di pajang
berbagais enjata tradisonal masyarakat Aceh tempo dulu, mulai dari parang
sampai dengan tombak.
Dakota RI-001 Seulawah
Dakota RI-001 Seulawah, adalah
pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia yang dibeli dari uang sumbangan
rakyat Aceh. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya
perusahaan penerbangan Indoensia yang pertama yaitu Garuda Indonesia Airways.
Dalam sejarahnya, pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal
pembentukan republik Indonesia.
Pesawat Dakota DC-3 Seulawah ini
memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28.96 meter, sumber tenaga
dua mesin Pratt & Whitney berbobot 8.030 kg serta mampu terbang dengan
kecepatan maksimum 346 km/jam.
Pada awal Desember 1948 pesawat
Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud Maguwo-Kutaraja dan pada tanggal 6
Desember 1948 bertolak menuju Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J.
Maupin, Kopilot OU III Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin
Caesselberry.
Perjalanan ke Kalkuta adalah untuk
melakukan perawatan berkala. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Dakota
RI-001 Seulawah tidak bisa kembali ke tanah air. Atas prakarsa Wiweko Supono,
dengan modal Dakota RI-001 Seulawah itulah, maka didirikanlah perusahaan
penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, dengan kantor di Birma (kini
Myanmar)
Untuk mengenang jasa-jasanya
terhadap Republik Indonesia, Pemerintah membangun monumen Replika pesawat
tersebut di lapangan Blang Padang Banda Aceh. Bagi siapapun yang hendak melihat
pesawat pertama milik Indonenesia itu, silahkan saja berkunjung ke lapangan
itu.
Masjid Raya Baiturrahman
Mesjid Raya Baiturrahman adalah
sebuah masjid yang berada di pusat Kota Banda Aceh. Masjid ini dahulunya
merupakan masjid Kesultanan Aceh. Pada saat Belanda menyerang kota Banda Aceh
pada tahun 1873, masjid ini dibakar, kemudian pada tahun 1875 Belanda membangun
kembali sebuah masjid sebagai penggantinya.
Mesjid ini berkubah tunggal dan
dapat diselesaikan pada tanggal 27 Desember 1883. Selanjutnya diperluas menjadi
3 kubah pada tahun 1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959-1968).
Mesjid ini kemudian telah diperluas dan saat ini memiliki 7 kubah.
Dalam riwayat disebutkan, Empat
tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar
1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten, maka
Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya
Baiturrahman yang telah terbakar itu.
Pernyataan ini diumumkan setelah
diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala Negeri sekitar Banda Aceh. Dimana
disimpulkan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang
sangat fanatik terhadap agama Islam.
Janji tersebut dilaksanakan oleh
Jenderal Mayor Vander selaku Gubernur Militer Aceh pada waktu itu. Dan tepat
pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya
yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini siap
dibangun kembali pada tahun 1299 Hijriyah dengan berkubah satu.
Di halaman mesjid Baiturrahman,
terdapat monumen peringatan bahwa salah seorang jenderal besar Belanda telah
meregang nyawa di sana. Dia adalah J.H.R. Kohler, pemimpin pasukan Belanda yang
pertama kali mendarat di Aceh pada tanggal 6 April 1873. Pada tanggal 10 April
pasukan Belanda merebut Mesjid Raya, tetapi karena tekanan - tekanan yang
diberikan oleh pejuang - pejuang Aceh, pada malam itu juga mereka terpaksa
mundur.
Pada tanggal 14 April Belanda
mengerahkan seluruh kekuatannya untuk kembali menyerbu Mesjid Raya yang waktu
itu juga berfungsi sebagai benteng pertahanan. Walau usaha merebut mesjid
berhasil, tapi pada hari itu Kohler tewas karena tembakan penembak jitu dari
kalangan pejuang Aceh. Akibatnya seluruh rencana penyerbuan Belanda
menjadi berantakan dan mereka mengundurkan diri.
Ucapan Kohler yang terkenal pada
saat-saat maut merenggut jiwanya: "0, God, ik ben getroffen!"("Ya
Tuhan, aku terkena peluru!")
Makam Syiah kuala
Syiah Kuala lahir pada tahun 1001 H
(1591 M) dan wafat pada 23 Syawal 1106 H (1696 M), beliau dimakamkan di Gampong
Manasah Dayah Kuala yang sekarang bernama Gampong Dayah Raya Kecamatan Syiah
Kuala, Banda Aceh.
Lokasi makam yang tepat berada di
depan Samudera Hindia, menambah keelokan tempat ini. Di komplek itu, sang ulama
besar dikuburkan se komplek dengan orang-orang alim lainnya yang kemungkinan
besar merupakan pengikut sang syaikh.
Syiah Kuala merupakan ulama besar
Aceh yang sempat menjabat sebagai Khadi Malikul Adil pada masa era keratuan
Aceh (raja perempuan). Lokasi makam ini sering dikunjungi oleh para peziarah
religius dari berbagai penjuru tanah air dan manca negara. Dalam catatan
pengurus, tamu yang paling banyak datang berasal dari Sumatera Barat.
Lonceng Cakradonya
Lonceng ini sangat terkenal di
daerah Aceh. Sejarah mencatat bahwa lonceng cakradonya merupakan hadiah dari
Laksamana Cheng Ho dari Cina kepada Sultan Iskandar Muda.. Pemberian lonceng
ini dalam rangka mengikat hubungan persahabatan dan kerjasama antara dua
kerajaan di negara yang berbeda.
Lonceng ini berukuran 11/2 m dan
lebar 1 m. Nama Cakradonya adalah nama armada perang Sultan Iskandar Muda, yang
mana cakra berarti kabar sedangkan donya artinya dunia. Lonceng
cakradonya berfungsi sebagai media untuk menyampaikan kabar kepada dunia,
termasuk isyarat perang pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.
Pada bagian atas lonceng ini
terdapat tulisan aksara Tionghoa dan Arab. Aksara Tionghoa yang tertulis adalah
"Sing Fang Niat Toeng Juut Kat Yat Tjo", namun tulisan aksara
tersebut sudah tidak terbaca lagi karena sudah dimakan usia. Mulanya Lonceng raksasa
yang merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang bermutu tinggi ini
diletakkan di dekat Masjid Raya Baiturrahman yang berlokasi di kompleks Istana
Sultan.
Sekarang Lonceng Cakradonya
telah dipindahkan ke Museum Aceh dan ditempatkan dalam sebuah kubah di halaman
museum tersebut sejak tahun 1915. Hingga kini Lonceng raksasa ini menjadai
simbol atau icon khusus Kota Aceh.
Dinasti bugis
Selain lonceng cakradonya, di lokasi
mesium Aceh juga ada makam para raja Aceh yang berasal dari dinasti Bugis.
Dalam sejarah, Aceh pernah diperintah raja-raja keturunan Bugis sejak tahun
1727. Mereka adalah keturunan seorang bangsawan Bugis bernama Daeng Mansur.
Ada empat makam raja turunan Bugis
di komplek ini yaitu Sultan Ala Uddin Ahmad Syah, Sultan Ala Uddin Johan Syah,
Sultan Muhammad Daud Syah dan Pocut Muhammad. Lengkap dengan tarikh berkuasa.
Selainempat makam raja, juga terdapat pusara lainnya yang disebut-sebut sebagai
makamnya sanak kerabat para sultan.
***
Itulah delapan objek wisata sejarah
Aceh yang layak untuk anda kunjungi. Ternyata, bangsa Aceh telah sejak zaman
dahulu bergaul dengan berbagai bangsa, kosmopolit, dan punya sejarah yang
gilang gemilang. selamat berwisata.
Komentar