Perjalanan Mualem

Menembus Rimba Bersama Panglima
Selasa, 16 Oktober 2012 08:00 WIB
MURDANI ABDULLAH | Foto : MURDANI ABDULLAH



BELASAN mobil beriringan memasuki rimba raya Gayo Lues, Senin pagi, 15 Oktober 2012, pukul 07.30 WIB. Di depan, ada mobil voorijder milik polisi sebagai pembuka jalan. Di belakang mereka, mengekor mobil Harrier putih yang ditumpangi Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem.
Mualem memakai baju putih. Walaupun sudah tiga hari mengunjungi lokasi proyek otonomi khusus 2012, dia belum sedikitpun menunjukan rasa lelah.
"Uroe nyoe tanyoe tajak bak jalan yang leubeh brat lom dari baroe. (Hari ini kita pergi ke lokasi yang lebih sulit lagi dari kemarin)," ujar dia sebelum berangkat tadi.
Ucapan Mualem ditunjukan kepada rombongan wartawan yang menyertainya. Maklum, sehari sebelumnya, saat menempuh lintasan Subussalam-Karo, banyak peserta rombongan mabuk darat.

Lintasan Pining (Gayo Lues)-Lokop (Aceh Timur) merupakan lintasan terberat yang akan ditempuh selama perjalanan. Jarak Pining ke Lokop diperkirakan mencapai 110 kilometer. Jalan yang berputar dan ruas jalan yang sempit menjadi tantangan terberat bagi pengendara.
Belum lagi, kondisi jalan Pining-Lokop belum selesai dibangun.
Saat rombongan baru bergerak sekitar dua jam, mobil yang ditumpangi Mualem tiba tiba berhenti di depan sebuah perusahaan pengelolaan timah.
Ternyata, di dalam rombongan mobil Mualem, ada yang kebelet buang air kecil. Kesempatan ini dimanfaatkan Mualem untuk mencari udara segar. Ia pun turun dari mobil.
Tak disangka, beberapa pekerja di perusahaan pengelolaan timah itu tampak kasak-kusuk kala melihat rombongan berhenti. Beberapa di antara mereka terlihat panik.
"Jangan takut, rombongan kami hanya ini buang air," ujar Mualem.
Ketakutan para pekerja perusahaan timah di Kecamatan Pining Kabupaten Gayo Lues, ternyata cukup beralasan. Menurut keterangan dari salah seorang pekerja, perusahaan tersebut ternyata memiliki 12 pekerja asing.

"Namun mereka sekarang sudah memiliki izin massa. Kebetulan saat ini mereka sedang di Blangkejeren, jadi tidak jumpa dengan Wagub," ujar salah seorang pekerja yang minta namanya tidak disebutkan.
Kehadiran Mualem di perusahaan timah itu memang bukan untuk melakukan sidak pekerja asing. Mualem dan rombongan hanya 15 menit di perusahaan itu untuk melepas lelah.
Kira-kira pukul 10.15 WIB, Mualem dan rombongan kembali menembus rimba Gayo Lues. Belasan mobil kembali beriringan dan melakukan konvoi. Canda tawa sesekali muncul dari beberapa pengemudi.
"Di dalam mobil itu, sudah berapa orang yang muntah? Di sini belum," ujar Irfan, seorang sopir. Mobil yang dimaksudnya ditumpangi wartawan.
Kemudian, sekitar pukul 11.15 WIB, rombongan dihadapkan dengan persoalan klasik. Iringan mobil diharuskan melintasi sungai bernama Air Putih karena jembatannya belum juga dibangun.
Kendala ini membuat sejumlas sopir was was. Pasalnya, arus sungai sangat deras. Mobil vooridjer yang berada di urutan pertama berhasil menembus arus sungai. Demikian juga dengan mobil yang ditumpangi Mualem dan Pamtup.
Saat tiba giliran mobil Kepala Inspektorat Aceh Syarifuddin, Mobil X-Trail Nissan miliknya ternyata gagal melintas. Walhasil, mobil tersebut tersangkut di tengah-tengah sungai.
Wajah panik terlihat dari pemilik mobil. Namun berkat diderek oleh mobil rombongan lainnya, X-Trail itu bisa diseret ke tepi sungai.
Sayangnya, saat rombongan hendak kembali melakukan perjalanan, secara tiba tiba sebuah teriakan bergema dari barisan paling belakang.
"Berhenti! Mobil Inova terseret arus," ujar seseorang dari rombongan urutan paling belakang.
Jalur Pining ke Lokop yang semestinya dapat dilalui selama tujuh jam, kian lamban ditempuh. Dua mobil Kijang Innova yang menyertai rombongan Wakil Gubernur Mualem, kembali mogok saat menyeberangi sungai Pining Gayo Lues.


Dua mobil tersebut ditumpangi staf Bagian Protokoler Setda Aceh, serta fotografer pribadi Mualem. Sebagian rombongan terpaksa menarik kedua mobil itu. Sebagian lainnya melanjutkan perjalanan karena waktu yang kian mepet.

Setelah bergelut dengan arus sungai yang deras sekitar dua puluh menit, kedua mobil tadi akhirnya berhasil ditarik ke daratan. Perjalanan kembali dilanjutkan. Namun setiap memasuki lintasan mendaki, kedua mobil tadi kembali mogok.
Beratnya medan atau lintasan dari Pining ke Lokop memang jadi kendala utama dalam kunjungan kerja Mualem di hari keempat. Kali ini, Mualem mengunjungi sejumlah proyek Otsus di lintasan Pining-Lokop.
Pada hari yang sama, Mualem juga diagendakan meninjau proyek di Langsa dan Aceh Timur, serta malamnya menginap di Lhokseumawe.
Padahal, berdasarkan waktu tempuh dari Pining ke Idi Rayeuk, Aceh Timur, membutuhkan tujuh jam perjalanan. Hal ini dikatakan Zainal Abidin, warga Pining Gayo Lues.

"Kalau Anda bisa menembus lintasan Pining-Idi dalam waktu enam jam, saya angkat salut," ujar dia dalam bahasa Indonesia kaku. Menurut dia, lintasan Pining-Lokop sangat terjal. Selain itu, ruas jalan di sana juga sangat sempit serta rawan longsor.
"Anda juga harus menyeberangi enam sungai. Soalnya jembatan belum siap," ujarnya. Karena keadaan alam ini, kata Zainal, hasil kebun masyarakat sulit dibawa ke Aceh Timur.
"Di Aceh Timur, harga hasil kebun seperti coklat dan pinang tinggi. Sedangkan harga kebutuhan bahan pokok murah. Keadaan ini berbalik dengan di Pining Gayo Lues," ujar Zainal.
Sebagai contoh, harga coklat per kilogram di Pining hanya Rp18 ribu. Sedangkan di Peunalon, Aceh Timur, mencapai Rp23 ribu per kilogram. Demikian juga dengan coklat yang di Pining, hanya Rp3 ribu. Namun di Lokop mencapai Rp7 ribu per kilogram.
"Mualem tadi sempat singgah di sini. Saya katakan sama Mualem, kalau jalan Pining-Lokop selesai dibangun, baru kami merasa merdeka," kata Zainal.
***
Masalah di perjalanan itu ternyata tidak kunjung selesai. Mobil double cabin nomor urut 5 yang ditumpangi oleh Kabag Humas Setda Aceh, Usamah El-Madny, tiba tiba mengeluarkan asap putih. Mobil itu mogok pas di atas pergunungan Lokop.
Jaraknya yang relatif jauh dari perkampungan mengakibatkan rombongan kesulitan untuk mencari bantuan. Jalan satu-satunya, menarik mobil dengan tali alakadar.


Saat itu, sejumlah rombongan meminta mobil itu double cabin nomor urut lima itu diderek double cabin nomor 9. Sedangkan mobil yang lain pergi mengejar rombongan Mualem yang sudah berada jauh di depan.
Di tengah belantara itu pun lalu cuma tinggal dua mobil berkabin ganda tersebut. Namun penderekan mobil tidak berjalan mulus. Pasalnya, tali penarik kerap putus saat lintasan mendaki.
Para penumpang kedua mobil, termasuk The Atjeh Post, berkali-kali harus turun dan mendorong mobil secara bergantian.
Rombongan tersisa ini terpaksa terpaksa telat sampai ke Idi Rayeuk. Semestinya rombongan tiba pukul 15.00 WIB. Nyatanya, dengan kondisi kedua mobil yang rusak, rombongan baru tiba pukul 19.30 WIB.[] (rz)

Komentar